Sabtu, 02 April 2011

ARITMIA

ARITMIA...........

ARITMIA atau sekarang disebut DISRITMIA yaitu apabila diterjemahkan berdasarkan perkata, aritmia adalah ketidak adaan lagi irama jantung, sedangkan disritmia adalah keabnormalan irama jantung, namun sekarang lebih sering disebut disritmia.

Tiap sel jantung mengalami depolarisasi dan repolarisasi untuk membentuk potensial aksi jantung sekitar 60 kali per menit. Bentuk dan durasi masing-masing potensial aksi ditentukan oleh aktivitas kompleks protein saluran ion pada permukaan tiap sel. Fungsi saluran ion dapat diganggu oleh berbagai faktor seperti iskemia akut, stimulasi saraf simpatik, atau cedera miokardial yang menyebabkan abnormalitas ritme jantung, atau yang disebut aritmia.

Kegagalan menginisiasi impuls menyebabkan frekuensi jantung yang lambat (bradiaritmia), dan kegagalan impuls untuk mempropagasi secara normal dari atrium ke ventrikel menyebabkan terhentinya denyut jantung atau “blok jantung”, yang biasanya menunjukkan adanya abnormalitas pada nodus AV atau sistem His-Purkinje. Abnormalitas ini dapat disebabkan oleh obat-obatan atau oleh penyakit jantung struktural. Jika abnormalitas disebabkan oleh penyakit jantung struktural, mungkin diperlukan alt pacu jantung permanen. Peningkatan ritme jantung yang abnormal (takiaritmia) merupakan masalah klinis umum yang dapat diobati dengan obat anti aritmia. Tiga mekanisme utama penyebab aritmia telah berhasil dikenali: peningkatan automatisitas, pemicuan secara automatisasi, dan reentery.

Obat dapat memperlambat ritme automatis dengan mengubah salah satu dari empat penentu pelepasan pemacu spontan: potensial diastolik maksimum, kemiringan fase 4, potensial nilai ambang, atau durasi potensial aksi. Blok saluran Na+ atau Ca2+ biasanya menyebabkan berubahnya nilai ambang, blok saluran K+ jantung akan memperpanjang potensial aksi, adenosin dan asetilkolin dapat meningkatkan potensial diastolik maksimum, dan antagonis reseptor beta adrenergik (beta bloker) dapat mengurangi kemiringan fase 4.

Amiodaron memberikan berbagai efek farmakologis, namun tak satupun yang memiliki keterkaitan jelas dengan sifat sebagai pensupresi aritmia. Amiodaron bersifat sangat lipofilik, terkonsentrasi dalam berbagai jaringan, dan dieliminasi sangat lambat; sehingga hilangnya efek merugikan dapat terjadi sangat lambat. Di AS, saat ini obat tersebut diindikasikan untuk terapi oral untuk pasien dengan fibrilasi atau takikardi ventrikel kekambuhan yang resisten terhadap obat-obat lain. Meskipun demikian, obat ini tidak banyak diresepkan karena kekhawatiran toksisitas jangka panjangnya.

Amiodaron memblok saluran Na+yang tidak aktif dan memiliki laju pemulihan dari blok yang relatif cepat. Obat ini juga menurunkan arus Ca2+ dan arus K+ penyearah ke dalam sel, penyearah tertunda dan arus ke luar sementara, dan menghasilkan efek pemblok adrenergik yang nonkompetitif. Obat ini didistribusikan dalam lipid dengan perbandingan konsentrasi jaringan hati terhadap plasma >20:1 dan perbandingan lipid terhadap plasma >300:1.

Efek merugikan selama terapi jangka panjang berkaitan dengan takaran dosis pemeliharaan harian dan juga dosis kumulatif (terhadap durasi terapi), sehingga efek merugikan ini kemungkinan disebabkan oleh akumulasi dalam jaringan. Efek merugikan yang paling serius selama terapi amiodaron kronis adalah fibrosis pulmonal, yang dapat berkembang progresif dan fatal. Efek merugikan lain selama terapi jangka-panjang antara lain mikrodeposit pada kornea (seringkali asimtomatis), gangguan fungsi hati, hipo- atau hipertiroidisme, gejala neuromuskular (yang paling umum adalah neuropati perifer atau lemah otot proksimal) dan fotosensitivitas. Pengobatan terdiri atas penghentian obat dan tindakan suportif, termasuk kortikosteroid, untuk toksisitas yang mengancam jiwa.

Disopiramid memberikan efek elektrofisiologis yang sangat mirip dengan kuinidin, tetapi obat-obat tersebut mempunyai profil efek merugikan yang berbeda. Disopiramid digunakan untuk menjaga ritme sinus pada pasien yang mengalami flutter atrium atau fibrilasi atrium dan untuk pencegahan kekambuhan takikardia ventrikel atau fibrilasi ventrikel. Disopiramid diresepkan sebagai rasemat.

Berbeda dengan kuinidin, disopiramid rasemat bukan merupakan antagonis reseptor alfa-adrenergik, tetapi senyawa ini memberikan kerja antikolinergik yang menonjol, yang menjadi penyebab efek merugikan. Efek merugikan tersebut antara lain percepatan terjadinya glaukoma, konstipasi, mulut kering, dan retensi urin. Disopiramid umumnya menekan kontraktilitas dan dapat memicu terjadinya gagal jantung.

Flekainid memblok arus Na+ serta arus K+ penyearah tertunda pada konsentrasi yang sama secara in vitro. Obat ini diizinkan untuk pemeliharaan ritme sinus pada pasien yang mengalami aritmia supraventrikel, termasuk fibrilasi atrium, untuk pasien tanpa penyakit jantung struktural. Efek merugikan yang paling serius adalah mendorong atau memperburuk aritmia yang berpotensi letal.

Kuinidin digunakan untuk memelihara ritme sinus pada pasien yang mengalami flutter atrium atau fibrilasi atrium dan untuk mencegah kekambuhan takikardia ventrikel atau fibrilasi ventrikel. Kuinidin memblok arus Na+ dan berbagai arus K+ jantung. Sifatnya yang memblok saluran Na+ menyebabkan peningkatan nilai ambang eksitabilitas dan penurunan automatisitas. Akibat kerja pemblok-saluran K+, kunidin memperpanjang potensial aksi pada sebagian besar sel jantung. Kuinidin memperpanjang kerefrakteran pada sebagian besar jaringan, terutama sebagai akibat dari panjangan durasi potensial aksi dan blok saluran Na+. Kuinidin juga menyebabkan blokade reseptor alfa-adrenergik dan penghambatan vagus.

Kuinidin dapat menyebabkan sinkonisme, yaitu suatu kompleks gejala yang meliputi sakit kepala dan tinitus. Hal ini dapat ditanggulangi dengan mengurangi dosis. Pada konsentrasi kuinidin dalam plasma yang tinggi, dapat terjadi blok saluran Na+ yang nyata, sehingga dapat menyebabkan takikardia ventrikel, namun jarang terjadi. Kuinidin dapat memperburuk gagal jantung atau penyakit sistem penghantaran. Namun, pada sebagian besar pasien gagal jantung kongestif, kuinidin dapat ditoleransi dengan baik, kemungkinan karena kerja vasodilatasinya.

Lidokain merupakan anastetik lokal yang juga bermanfaat dalam terapi intravena akut untuk aritmia ventrikel. Jika lidokain diberikan kepada semua pasien yang diduga mengalami infark miokardial, maka insidensi fibrilasi ventrikel berkurang. Lidokain memblok baik saluran Na+ jantung yang terbuka maupun yang tidak aktif. Blok yang diinduksi lidokain menggambarkan besarnya kemungkinan bahwa protein saluran Na+ berada dalam konformasi nonkonduktif (tidak dapat menghantarkan) saat adanya obat. Pemulihan dari blok terjadi sangat cepat, sehingga lidokain memberikan efek lebih besar di jaringan yang terdepolarisasi (misalnya iskemia) dan/atau jaringan yang terkendali secara cepat.

Meksiletin dan Tokainid merupakan analog lidokain dengan struktur yang telah dimodifikasi untuk mengurangi metabolisme lintas pertama di hati agar terapi oral kronis menjadi efektif. Kerja elektrofisiologisnya mirip lidokain. Meksiletin mengalami metabolisme di hati, yang dapat diinduksi oleh obat seperti fenitoin. Tremor dan mual merupakan efek merugikan terkait-dosis yang utama; gejala ini dapat diminimalkan dengan menelan obat tersebut bersama makanan.

Morisizin adalah analog fenotiazin dengan sifat pemblok saluran Na+ yang digunakan dalam pengobatan kronis aritmia ventrikel. Morisizin mengalami metabolisme lintas pertama di hati yang ekstensif; meskipun waktu paruh eliminasinya singkat, efek antiaritmianya bertahan hingga beberapa jam setelah pemberian dosis tunggal, yang menunjukkan bahwa beberapa metabolitnya mungkin aktif.

Prokainamid merupakan analog anastetik lokal, yakni prokain. Senyawa ini memberikan efek elektrofisiologis yang mirip dengan efek kuinidin, tetapi tidak memiliki aktifitas vagolitik dan pemblok alfa-adrenergik. Prokainamid lebih dapat ditoleransi dibandingkan dengan kuinidin jika diberikan secara intravena. Pemberian muatan dan infus intravena pemeliharaan digunakan untuk terapi akut aritmia ventrikel dan supraventrikel. Hipotensi dapat terjadi pada konsentrasi plasma yang tinggi, efek ini biasanya disebabkan oleh blokade ganglion dan bukan karena efek inotropik negatif, yang efeknya kecil.

Selama terapi jangka panjang, pada sebagian besar pasien akan muncul tanda biokimia sindrom lupus yang diinduksi obat antara lain adanya antibodi antinuklear dalam sirkulasi. Gejala awal pada umumnya ruam dan artralgia sendi-kecil. Gejala lupus lainnya juga dapat terjadi, termasuk perikarditis yang disertai tamponade, walaupun ginjal umumnya tidak terkena.

Prokainamide dieliminasi secara cepat (t1/2 = 3 sampai 4 jam) baik melalui ekskresi di ginjal dalam bentuk obat tidak berubah maupun metabolisme di hati. Jalur utama metabolisme di hati adalah konjugasi oleh N-asetil transferase untuk membentuk N-asetil prokainamid. N-asetil prokainamid dieliminasi melalui ekskresi ginjal (t1/2 = 6 sampai 10 jam) dan tidak dikonversi kembali menjadi prokainamid secara signifikan. Karena laju eliminasi obat induk maupun metabolit utamanya relatif cepat, prokainamid biasanya diberikan dalam formula lepas-lambat.

Propafenon merupakan suatu bloker saluran Na+ dengan konstanta waktu pemulihan dari blok yang relatif lambat. Pada sebagian besar individu, propafenon mengalami metabolisme lintas pertama di hati yang ekstensif menjadi 5-hidroksi propafenon, suatu metabolit yang memiliki potensi sama dengan propafenon sebagai bloker saluran Na+ tetapi potensinya sebagai antagonis reseptor beta-adrenergik jauh lebih kecil. Terapi kronis dengan propafenon oral digunakan untuk memelihara ritme sinus pada pasien yang mengalami takikardia supraventrikel, termasuk fibrilasi atrium.

Efek merugikan selama terapi propafenon mencakup percepatan respons ventrikel pada pasien yang mengalami flutter atrium, peningkatan frekuensi atau keparahan episode takikardia ventrikel reentry, memperburuk gagal jantung, dan efek merugikan blokade beta-adrenergik seperti bradikardia sinus dan bronkospasme.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar